Keuskupan Sintang merasa sangat prihatin melihat kondisi sosial ekonomi umat di wilayahnya, Contoh ketika ada yang sakit, menyekolahkan anak dan menghadapi keadaan darurat lain, mereka datang menemui Pastor untuk meminta bantuan. Para Pastor kadang-kadang merasa kewalahan. Merekapun membantu sebisanya, pun tidak sedikit Pastor yang mengeluh. Pihak Keuskupan melaksanakan beberapa proyek karitatif untuk membantu umat, demikian juga Pemerintah Daerah dengan berbagai program subsidi. Upaya atau program yang dilakukan tidak berhasil mengatasi masalah sosial ekonomi yang dihadapi oleh warga miskin, bahkan muncul masalah sosial lain seperti iri hati dan melanggengkan mental ketergantungan. Oleh sebab itu, Keuskupan Sintang melalui Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (Delsos) melakukan upaya-upaya terobosan. Delsos yang dikomandani Pastor Yoep Van Lier, SMM mengirim orang-orang terpilih, yang disebut Kader, untuk belajar di sekolah formal dan non- formal. Kelak merekalah yang diharapkan menjalankan visi sang Pastor, dan tidak lain tugas mereka adalah membantu memerangi kemiskinan yang dialami oleh umat dengan bekal ilmu yang mereka dapatkan.

Ada 3 kategori Kader yang diutus waktu itu, Kader pertama disebut Kader Tinggi adalah mereka yang dikuliahkan ke berbagai perguruan tinggi yang ada di Jakarta dan Yogyakarta. Kader kedua disebut Kader Menengah adalah mereka yang dikirim untuk mengikuti Kursus Esti Mulia, Kursus KPTT (Kursus Pertanian Taman Tani) dan Kursus Pembina Remaja di pulau Jawa selama kurang lebih satu tahun. Kader ketiga disebut Kader di Bawah adalah mereka yang mengikuti kursus dan diklat jangka pendek sampai 3 bulan di Kuperda, Nyarumkop dan Batang Tarang, Kalimantan Barat, Pastor Yoep menyebut ini sebagai Tahap Persiapan SDM. Sekitaran tahun 1987, sudah ada beberapa kader yang lulus kuliah dan kembali ke Sintang.  Pastor Yoep menyambut mereka dengan satu pertanyaan: “Apa yang dapat kalian perbuat untuk umat Keuskupan Sintang?” Para Kader sering berdiskusi dan sharing bersama di ruang minum Keuskupan (sekarang sudah menjadi aula Balai Kenyalang) bersama Pastor Yoep, para Sarjana ini memutuskan untuk mendirikan credit union.

Akhirnya, pada 17 Agustus 1988 terbentuklah sebuah CU yang diberinama CU. BIMA (Bina Masyarakat). CU ini terbuka untuk seluruh masyarakat yang ada dikota Sintang, tidak sebatas hanya untuk umat Katolik saja. Anggaran Dasar dan Anggar Rumah Tangga diambil dari buku AD/ART yang diterbitkan oleh BK3I dan diketik ulang di kertas sheet dan diperbanyak dengan mesin stensil. Itu dikerjakan sendiri oleh seorang Kader yaitu saudara Sugeng Mulyadi, yang saat itu masih sedang persiapan kursus di Esti Mulia.  Para pendiri CU. BIMA pada umumnya adalah karyawan Keuskupan Sintang, namun juga ada beberapa orang yang bukan dan nama-nama para Pendiri adalah Paulus Jimbau, Petrus Liging, Agrianus, Oyotring, Syarbinus Pangkas, Paulus Emil, Yosef Adam, Agustinus Aboi, Yakobus Cil, Alamtus Awan, Sesilia Sero, Bartolomeus Gani dan F. Rusiadi.

Pada waktu itu, operasional CU. BIMA dirangkap oleh bendahara yaitu Bapak Agrianus, seorang Kader lulusan PERBANAS. Kantor CU masih menumpang di salah satu ruangan yang ada di gedung Keuskupan Sintang. Staf pertama adalah saudara Daniel Andil. Karena CU belum mampu menggaji staf, maka gaji Daniel Andil dibayar oleh PSE. Mobilisasi anggota CU. BIMA pada masa awal mula adalah dari keluarga para penggagas dan pendiri. Sebagai contoh, masuknya masyarakat yang menjadi anggota yaitu mereka yang berasal dari kampong Nanga Pari, Sepauk dan Nobal. Para guru agama Katolik dan aktivis Delsos (Delegasi Sosial) yang dikerahkan untuk turne ke kampung-kampung melakukan sosialisasi dan motivasi CU. Lalu diikuti dengan Kursus Dasar Credit Union selama 3 hari.  Lalu, pada tahun 1990, kantor CU. BIMA pindah ke Menyurai dan masih menumpang di sebuah bangunan Keuskupan, kemudian pada tahun 1994 pindah lagi ke gedung milik Keuskupan yang tepat persis di depan Rumah Sakit Umum Daerah Sintang. Baru pada tahun 1999, CU. BIMA menempati kantor milik sendiri di Jl. S. Parman, No. 47, Sintang. Staf awal sebagai staf founder adalah Daniel Andil, Veronika Rina,  F. Lion, Akiong, Maria Magdalena, Akop, Sugeng Mulyadi, dan Andi.  Pada tahun 1988, aset CU. BIMA Rp 471.000,- Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1998, aset tumbuh menjadi Rp 522.153.000,- dan pada tahun 2000, aset tumbuh lagi menjadi Rp 1.508.709.000,-.

Kemudian pada tahun 2000, CU. BIMA berinisiatif mengundang fasilitator dari BK3D Kalbar, Munaldus dkk, untuk memfasilitasi lokakarya perencanaan strategis. Target 5 tahun, aset CU. BIMA harus Rp 5 miliar. Semua strategi disusun untuk mencapai target besar ini. Optimisme menyala, walaupun beberapa orang mengungkapkan secara terbuka perasaan ragu mereka. Tetapi berkat beberapa kader berprinsip yang apayang tertulis tetap tertulis. Aksi nyata adalah bekerja agar mampu mencapai target daan dalam tempo dua tahun ternyata target itu tercapai.

BACK TO TOP